Wednesday, July 06, 2005

Balada Pedagang Asongan

Kemarin saya janjian dengan seorang teman buat jalan2 ke perhelatan besar nya Muhammadiyah, Muktamar ke-45 yang berlokasi di kampus 3 UNMUH. Meskipun saya nggak terlalu enjoy berada di tengah keramaian, kali ini saya ingin juga merasakan aura keramaian yang pada malam pembukaannya Cuma bisa saya liat di TV. Selain itu saya pengen mengunjungi satu stand en nyari buku yang udah lama saya pengin baca. Yu know, pembukaannya bener2 rame. Selain peserta ada juga yang namanya penggembira. Dan kayaknya lebih banyak penggembiranya dari pada peserta Muktamar sendiri. Saya agak heran dengan semangat orang2 ini dalam Muktamar. Bayangpun, dari Palembang aja ada 4 bis yang isinya penggembira semua. Dari kalimantan, Sulawesi, dan daerah2 di luar Malang yang membikin saya takjub karenanya. Well, mungkin itu salah satu bukti dari kecintaan mereka terhadap Islam dan keinginan agar Islam jaya melalui syiar dalam Muktamar itu kali ya?

Anyway, temen saya dateng pas jam 9 dan saya bersukur masih ada orang Islam yang bisa menjaga waktu dan menepati janji seperti ini. Kami pun bertolak dan nggak nyampe dua puluh menit sudah sampai di UNMUH yang dari gerbangnya saja sudah terlihat pedagang asongan yang menjajakan beragam dagangannya. Mayoritas Muhammadiyah minded (if u know what I mean). Ada tas kulit dengan logo Muhammadiyah, ada kerajinan tangan, mainan anak-anak, dan sembarang kalir (macem2, istilahnya or Jawa). Awalnya, kami pengin liat tabligh akbar yg kata jadual sih pelaksanaannya pagi itu, akhirnya berbekal inpormasi dari org2 di UNMUH, kami menuju DOM tempat acara diselenggarakan. Begitu sampe, rada bingung juga. Eh ada Pak Din Syamsudin. Hampir saya lari ke arah bliaw untuk minta tanda tangan en poto bareng (hehehehe, nggak banget deh), terus kami sadar kayaknya kami salah masuk. Setelah tanya sana sini ternyata bener banget sodara, acara nya ternyata bukan di situ tapi di kampus 2. Kecele nih yee….. Ya udah deh, kami langsung aja ke arena bazaar. Karena pagi, jadi belum terlalu rame. Biasanya kalo ada acara gede gini ramenya sore en malem. Dan biasanya lagi, yang dateng adalah satu keluarga dari bapak, ibu, beserta lima orang anaknya. Acara beginian emang jadi ajang rekreasi keluarga kali ya. Saya jadi pengen ketawa aja. Tapi saya nggak mau deh ngajak anak2 saya ntar rekreasi di tempat beginian. Enakan ke gunung atau laut atau liat aer terjun. Iya nggak? Rekreasi kan biasanya buat ngilangin stress, lah ini malah tambah stress liat org2 banyak banget betumpuk2 gini. Selaen itu, saya nggak mau ngajarin anak2 saya konsumtif.

Eh, back to the topic. Jadi saya naek ke bazaar atas. Liat-liat stand nya. Ada Muhammadiyah Lampung! Ihik, liat kaen tapis jadi inget sambel seruit. Jadi pengen pulang. Jadi laper…. Trus kami jalan2 lagi keliling2. Ada stand yang saya cari. Tapi katanya buku yang saya cari nggak ada tuh. Muter aja deh. Setelah satu putaran, kami keluar. Mau muter lagi? Nggak deh, mending liat bazaar bawah aja. Di jalan menuju bazar bawah, lebih banyak lagi pedagangnya. Mereka ngemper gitu di pinggir jalan. Segala macem dijual. Ada maenan anak2 yg bentuknya ikan lele gitu. Lucu deh. Ada yg jual minyak kayu putih, sendal, ada yang jual kalajengking kering buat obat panu kadas kurap (wow!), wah pokoknya betaburan (bener2 betaburan karna mereka jualannya digelar gitu). Kami pun masuk ke arena bazaar tanpa menghiraukan tawaran dan rayuan para pedagang asongan itu. Cukup sekali puteran aja di dalem. Ternyata rame juga. Jadi pusing2 campur bingung. Waktu kami keluar dari arena bazaar, saya liat petugas ketertiban lagi pegang toa en ngumumin ke pedagang2 asong: "Bapak2, Ibu2, harap membereskan dagangannya. Ini bukan tempat jualan! Kami sudah menyediakan tempat di arena bazaar. Ini mengganggu ketertiban dan kerapihan. Jadi, Bapak2, Ibu2 harap segera pindah dari sini!" gitu kira2 omonganya si Bapak petugas. Trus ada juga petugas yang maksa2 pedagang buat cepet2 beresin dagangannya. Ya ampun, kasian banget. Padahal mereka tuh Cuma jualan apa sih. Untungnya juga paling gak seberapa2 amat. Gitu aja udah diusirin. Iya sih emang ada arena bazaar, tapi kan BAYAR Pak!!!!! Padahal mereka nggak ngganggu kok. Ya paling Cuma nawarin barang2 nya aja. Mereka kan juga berhak cari penghidupan disini, di bumi Allah ini. Kalo udah gini, saya bener2 ngerasa nggak berdaya. Cuma bisa ngedongkol dalem hati. Selemah2nya iman kan? Aduhhhhhh… ampuni hamba-Mu ya Allah…. Seandainya saja, khalifah Umar masih hidup pasti nggak begini keadaannya. SBY, mau nggak ya belajar dari Umar? SBY kira2 pernah baca shiroh nggak ya? SBY, BBM dinaekkin katanya ada kompensasi subsidi pendidikan, beneran bakal terlaksana nggak ya? Pak SBY…. Kenapa kemaren nggak jadi ke UIN???? Katanya mau lebih lama ngobrol ama petani2 ya Pak? Katanya lagi pemerintah bakal terus bantu petani, tapi subsidi nya di bidang kesehatan gitu. Beneran kan Pak? Nggak sekedar janji kan Pak? Nggak kayak lagu jaman baheula: "Tinggi gunung sribu janji. Lain di bibir lain di hati…." kan Pak?

Binun ya bacanya? He 'eh. Nggak pokus amat ya?

Sunday, July 03, 2005

Kebahagian adalah Udara

Ada seorang pemuda di tepian telaga. Ia tampak termenung. Matanya kosong, menatap hamparan air di depannya. Seluruh penjuru mata angin telah dilweatinya, namun tak satu titik pun yang membuatnya puas. Kekosongan makin senyap sampai ada suara yang menyapanya. Ada orang lain di sana.

"Sedang apa kau disini, Anak Muda?" tanya orang itu. Rupanya suara seorang kakek tua. "Apa yang kau risaukan?"

Anak muda itu menoleh. "Aku lelah Pak Tua. Telah berkilometer jarak yang ku tempuh untuk mencari kebahagiaan, namun tak juga kutemukan rasa itu dalam diriku. Aku telah berlari melewati gunung dan lembah, ta[I tak ada tanda kebahagiaan yang hadir dalamdiriku. Ke manakah aku harus mencarinya? Bilakah kutemukan rasa itu?"

Kakek Tua mengambil tempat di samping pemuda itu. Ia mendengarkan keluhan pemuda itu dengan penuh perhatian. Dipandanginya wajah lelah si pemuda. Lalu ia berkata, "Di de[an sana ada taman. Jika kau ingin jawabannya, tangkaplah seekor kupu-kupu buatku."

Pemuda itu menatap kakek itu. Tidak percaya. Si kakek menganggukan kepalanya. "Ya…, tangkapkan seekor kupu-kupu untukku dengan tanganmu," kakek itu mengulang kalimatnya.

Perlahan pemuda itu bangkit. Ia menuju arah yang ditunjuk kakek tadi. Ke taman. Dan benar, ia menemukan taman itu. Taman yang semarak dengan pohon dan bunga-bunga bermekaran. Tak heran banyak kupu-kupu berterbangan di sana.

Anak muda itu mulai bergerak. Mengendap-endap. Ditujunya sebuah sasaran. Peralahn. Hap! Luput. Segera dikejarnya lagi kupu-kupu itu. Ia tak mau kehilangan buruan. Sekali lagi tangannyamenyambar. Hap! Gagal.
Pemuda itu mulai berlari tak berarturan.menerjang ke sana ke sini. Merobek ilalang, menerjang perdu, mengejar kupu-kupu itu. Gerakannya semakin liar.

Sejam, dua jam. Belum ada tanda-tanda pemuda itu akan berhenti. Belum ada kupu-kupu tertangkap. Pemuda itu mulai kelelahan. Nafasnya memburu, dadanya bergreak naik-turun dengan cepat. Tiba-tiba ada teriakan, "Berhenti dulu, Ank Muda. Istirahatlah!" Rupanya Sang Kakek. Ia berjalan perlahan. Tapi, lihatlah! Ada sekumpulan kupu-kupu berterbangan di kedua sisinya. Beberapa hinggap di tubuh itu.

"begitukah caramu mngejar kebahagiaan? Berlari dan menerjang? Menabrak-nabrak tak tentu arah, menerobos tanpa pedulu apa yang kau rusak?" Sang Kakek menatap pemuda itu. "Nak, mencari kebahagiaan itui seperti menangkap kupu-kupu. Semakin terjang, semaikn ia akan menghindar. Semakin kau buru, semakin pula ia pergi dari dirimu."

"Tangkaplah kupu-kupu itu dalam hatimu. Karena kebahagiaan itu bukan benda yang kau dapat kau genggam atau sesuatu yang dapat kau simpan. Carilah kebahagian itu dalam hatimu. Telusuri rasa itu dalam kalbumu. Ia tak akan lari ke mana-mana. Bahkan, tanpa kau sadari kebahagiaan itu sering datang sendiri."

Kakek Tua itu mengangkat tangannya. Dan, seekor kupu-kupu hinggap di ujung jari. Terlihat kepak sayap kupu-kupu itu memancarkan keindahan. Pesonanya begitu mengagumkan. Kelopak sayap yang mengalun perlahan layaknya kebahagiaan yang hadir dalam hati. Warnanya begitu indah. Seindah kebahagiaan bagi mereka yang mampu menyelaminya.

Teman, benar mencari kebahagiaan layaknya menangkap kupu-kupu. Sulit bagi mereka yang terlalu bernafsu. Tapi, mudah bagi yang tahu apa yang mereka cari. Kita mungkin dapat mencarinya dengan menerjang sana-sini.kita dpat saja mengejarnya dengan berlari kencang ke seluruh penjuru arah. Kita pun dapat meraihnya seperti menangkap buruan yang dapat kitas antap setelah mendapatkannya.

Namun, kita belajar. Kita belajr bahwa kebahagiaan tak bisa didapat dengan cara-cara seperti itu. Kita belajar bahwa bahagia bukanlah sesuatu yang dapat digenggam atau benda yang dapat disimpan. Bahagia adalah udara. Kebahagiaan adalah aroma dari udara itu. Kita belajar bahwa bahagia memang ada dalam hati. Semakin kita mengejarnya, semakin pula kebahagiaan itu akan menjauh.

Teman, cobalah temukan kebahagiaan itu dalam hatimu. Biarkanlah rasa itu menetap dan abadi dalam hati kita. Temukanlah kebahagiaan itu dalam setiap langkah yang kita lakukan. Dalam bekerja, dalam belajar, dalam menjalani hidup kita, dalam sedih, dalam gembira, dalam sunyi, dan dalam riuh. Temukanlah bahagia itu, dengan perlahan, dalam tenang, dalam ketulusan hati kita.

Bahagia itu ada di mana-mana.rasa itu ada di sekitar kita. Bahkan, bahagia itu "hinggap" di hati kita, namun kita tak pernah mempedulikannya. Mungkin juga bahagia itu berterbangan di sekeliling kita,namun kita terlalu acuh untuk menikmatinya.

[Dari: Kekuatan Cinta-Irfan Toni H.]